Beritasenator.com. Diskusi ini mengusung tema Film Horor Naik Kelas, dari Grade B ke Genre Bergengsi. Acara tersebut digelar oleh Forum Wartawan Hiburan (FORWAN) berkat dukungan dari Direktorat Perfilman Musik dan Media Baru, Kemendikbud Dikti.
Baca Juga: Aktor Film John Wick Lance Riddick Si Resepsionis Hotel Meninggal Dunia
Dengan menyajikan presentasi sejarah panjang film genre horor karya dunia dan Indonesia, sutradara Joko Anwar, bahwa kisah kisah horor dalam film sudah hadir sejak teknologi sinematografi periode awal ditemukan. Juga di Indonesia. Sutradara Pengabdi Setan (2017 – 6,3 juta penonton) dan 2022), Perempuan Tanah Jahanam (2019 – 1,7 juta penonton) dan Pengabdi Setan 2 : Communion (2022 – 4,7 juta penonton) ini juga menyebut bahwa film horor Indonesia sudah tayang di empat benua.
Pada diskusi ini produser Firman Bintang memetakan bahwa pasar film nasional adalah klas menengah ke bawah. Maka fokus kepada kelompok itu, dia menghadirkan film filmnya. “Dari 30 film yang saya produksi, 20 judul di antaranya film horor, “ ungkapnya.
Baca Juga: Mogok Kerja Di Paris Membuat Kota Penuh Tumpukan Sampah
Mencari sutradara film horor tak mudah, kata Firman Bintang, yang sebelumnya dikenal sebagai jurnalis .
“Banyak terang terangan menyatakan tidak bisa, banyak yang tidak mau, “ungkapnya. “Selama ini saya banyak kerjasama dengan Nayato karena dia yang mau dan bisa memenuhi kriteria yang saya inginkan. Sebenarnya saya terbuka kerjasama dengan siapa saja, “ jelasnya.

Ia pun menceritakan pengalamannya dalam rebutan tanggal tayang filmnya. Sebagai produser ia harus jeli dalam menentukan tanggal tayang. Pernah film saya tayang bareng Iron Man, ya, hancurlah! Sehari tayang, langsung drop!” kenangnya. “Pernah juga film saya diadu dengan film nasional lain yang banyak bintangnya. Saya protes. Kalau saya diemin, bunuh diri namanya, “ katanya dengan nada tinggi.
Baca Juga: Sutradara Ridley Scott Menginginkan Danzel Washington Main Film Sekuel Danzel Washington
Di Indonesia, menyelesaikan karya jadi film, baru setengah perjalanan bagi produser. Karena perjalanan berikutnya memperjuangkannya ke pengelola bioskop untuk menayangkannya, untuk mendapatkan layar.

Selama ini ada ketidak adilan bagi produser film dan sineas Indonesia, katanya. Untuk film impor film Barat, pengelola bioskop secara otomatis memberikan 300 layar sekali tanyang. Sementara untuk film nasional hanya puluhan. Bahkan untuk hanya beberapa layar saja.